FAKTA TENTANG WARIA | ||
Jangan ganggu banciiii.!/jangan ganggu banciiii..!/jangan ganggu banciiii....!/jangan, ganggu....!”
Penggalan lirik lagu terbaru dari Project Pop ini
kian mengakrabkan kosakata ‘banci' di telinga kita. Dan kayaknya, bukan
cuma kosakatanya aja yang makin dekat dengan kita, tapi juga wujud
aslinya. Buktinya, Ahad 26 Juni lalu komunitas banci, bencong, waria,
atau wadam berani ngegelar hajatan gede-gedean dalam acara pemilihan Miss Waria Indonesia 2005 di
Gedung Sarinah Lt. 14, Jakarta. Meski sempet diancam laskar FPI bakal
dibubarkan, kontes itu jalan terus. Urusan kayak gini, emang negara yang
kudu turun tangan untuk menyelesaikannya.
Sebanyak 30 waria dari berbagai daerah mengikuti
kontes ini. Mereka menunjukkan kebolehan masing-masing seperti
bernyanyi, menari, dan tentunya berperilaku plus berdandan seperti wanita. Olivia, kontestan dari Jakarta, akhirnya terpilih sebagai Miss Waria Indonesia 2005 . Penyematan mahkota langsung dilakukan Miss Waria Indonesia 2004 Megi
Megawati. Menurut ketua dewan juri Ria Irawan, salah satu penilaian
adalah kesempurnaan fisik peserta yang menyerupai wanita. ( Liputan 6, 27/06/05 )
Nggak cuma berlomba tampil cantik, para waria juga berusaha nunjukkin kalo mereka punya skill . Sebut saja Merlyn Sopjan, seorang penulis buku Jangan Lihat Kelaminku .
Waria lulusan Institut Teknologi Nasional Malang ini pernah mencalonkan
diri sebagai anggota legislatif Kota Malang mewakili Partai Keadilan
dan Persatuan Indonesia pada 2003. Waria cantik kelahiran Kediri ini
bahkan dianugerahi gelar Doktor HC dari Northern California Global
University Amerika karena keterlibatannya sebagai aktivis sosial
HIV/AIDS. Ketua Ikatan Waria Malang yang pernah menjadi Ratu Waria
Indonesia 1995 ini akan mengikuti kontes Miss Internasional Waria di
Thailand November mendatang. ( Suara Merdeka, 12/05/2005 )
Selain Merlyn, ada juga Shunniyah R.H, seorang waria
berkerudung (atau sengaja dikerudungin untuk mengesankan simbol islami?)
yang menulis buku berjudul Jangan Lepas Jilbabku . Doi adalah alumni UGM Yogyakarta jurusan sospol dengan predikat cum laude dalam waktu 3 tahun 40 hari.
Inilah beberapa aksi dan prestasi dari para pria
cantik ini demi mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Sebab seperti
yang udah sering diberitakan media massa, negeri kita yang dihuni
mayoritas muslim ini masih banyak yang belum bisa menerima keberadaan
mereka. Maklumlah, perilaku dan dandanan mereka yang menyerupai wanita,
terlihat ganjil jika mengingat statusnya sebagai lelaki. Gagah gemulai,
cantik berotot, tentu dengan gaya bicara yang dibuat segenit mungkin.
Kok bisa ya? Makanya kita cari tahu. Yuk!
Menjadi waria sebuah kodrat?
Ario Pamungkas alias Merlyn Sopjan pernah menuturkan, “Kami tak pernah meminta dilahirkan sebagai waria” .
Bagi Ario, dengan mendandani diri seperti perempuan, ia mendapatkan
kenikmatan batin yang begitu dalam. Ia seolah berhasil melepas beban
psikologi yang selama ini masih memberatkannya. (Republika, 29/10/2004)
Waria, menurut Pakar Kesehatan Masyarakat dan
pemerhati waria dr Mamoto Gultom, adalah subkomunitas dari manusia
normal. Bukan sebuah gejala psikologi, tetapi sesuatu yang biologis.
Kaum ini berada pada wilayah transgender: perempuan yang terperangkap
dalam tubuh lelaki. (Kompas, 07/04/2002).
Kenapa orang bisa menjadi waria, menurut Guru besar
psikologi UGM Prof Dr Koentjoro, bisa diakibatkan bila peran ibu dalam
mengasuh anaknya lebih besar dan memperlakukan anak laki-laki layaknya
perempuan. Mungkin dalam kehidupan keluarga mayoritas perempuan sehingga
jiwa yang terbentuk adalah jiwa perempuan (jawapos.com, 08/06/2005)
Sobat, boleh jadi pada diri laki-laki terdapat sisi
feminin yang Allah anugerahkan. Tapi nggak lantas dengan alasan itu,
laki-laki dibolehkan jadi waria. Nggak sobat. Karena pada hakikatnya,
seperti penuturan Prof. Dr. Koentjoro, kecenderungan menjadi waria lebih
diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan sekitarnya. Bukan
penyakit turunan atau karena urusan genetik. Ini pun diakui oleh Merlyn
Sopjan ( Republika, 29/10/2004 ).
Parahnya, opini yang dikembangkan oleh media massa
tertentu membuat pilihan untuk menjadi waria adalah hal yang wajar,
normal, manusia bin kodrati. Mereka semakin merasa menjadi waria
bukanlah sebuah penyimpangan, tapi hanya sebuah perbedaan yang terdapat
pada diri manusia sama seperti halnya orang yang cacat secara fisik.
Sehingga mereka berusaha memperjuangkan haknya untuk diterima oleh
masyarakat. Seperti yang terjadi di Papua pada tahun 1992-1997. Mereka
berhasil memperjuangkan pencantuman “waria” pada kolom-kolom kartu tanda
penduduk (KTP). Waduh!
Padahal pilihan untuk menjadi waria bagi seorang
muslim, adalah pilihan buruk yang dibenci Allah dan RasulNya. Rasulullah
saw., sebagaimana dituturkan Ibn Abbas, telah melaknat perilaku seperti
itu:
Rasulullah saw. telah melaknat para lelaki yang menyerupai para wanita dan para wanita yang menyerupai para lelaki. (HR al-Bukhari, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad)
Adanya kata-kata ‘melaknat' ( la‘ana ) dalam hadis di atas adalah indikasi ( qarînah )
yang menunjukkan bahwa perilaku semacam itu telah diharamkan oleh
Rasulullah saw. Sehingga lebih pas kalo laki-laki yang meniru perempuan
disebut sebagai pelaku maksiat, bukannya menyesuaikan dengan kodrat.
Betul?
Bagian dari serangan budaya Barat
Sobat, maraknya kampanye legalisasi keberadaan waria
menunjukkan gencarnya serangan budaya Barat ke negeri kita. Hal ini
berdampak pada dua hal:
Pertama , setelah keberadaan mereka
dipopulerkan televisi dalam sinetron atau iklan komersil, masyarakat
jadi penasaran pengen tahu banyak dengan kehidupan waria. Dari
asal-usulnya, suka-dukanya, kesehariannya, sampe masa depan mereka.
Liputan tentang diskriminasi terhadap waria dikemas sedemikian rupa
untuk memancing emosi dan perasaan kasian pemirsa. Ujung-ujungnya,
informasi seputar waria yang disuguhkan lebih diarahkan kepada
legalisasi waria di mata masyarakat. Parah banget kan?
Media mampu menyulap kebiasaan yang salah menjadi
sesuatu yang lumrah. Waria dijadikan produk hiburan. Dengan cara
bicaranya yang kemayu, keluar deh tuh kata-kata asing khas kamus gaulnya
Debby Sahertian yang mengundang gelak tawa. Cara berdandannya juga
rada-rada unik. Wajah dipoles sana-sini pake kosmetik biar tampak
cantik. Meski hasilnya lebih sering bikin yang ngeliat cekakak-cekikik.
Dan akhirnya, terjadi pergeseran sudut pandang dan
sikap kaum Muslimin terhadap keberadaan waria. Kita seperti nggak punya
pilihan untuk mengatakan kalo perilaku mereka itu keliru. Yang ada, kita
dikasih pilihan untuk cuek bebek atau mendukung. Sebab dalam kehidupan
sekuler yang banyak diopinikan media, kebebasan dalam berperilaku adalah
hak individu yang nggak bisa diganggu gugat. Dan menjadi waria,
merupakan salah satu ekspresi kebebasan yang dimaksud. Kalo ada yang
nggak setuju? Ya, dilarang dengan keras untuk ngerecokin. Termasuk nggak
boleh aktif mengingatkan waria untuk kembali ke jalan yang benar.
Apalagi sampai melarang atau memvonis bersalah. Bisa-bisa berurusan ama
aparat karena dianggap mengganggu kebebasan orang lain. Nah lho? Diajak
baik kok ngancem ya?
Kedua , maraknya ekspos media terhadap waria
menjadi cara yang jitu yang dilakukan musuh-musuh Islam untuk
mengalihkan perhatian masyarakat dari kampanye penerapan syariat Islam
yang tengah gencar di berbagai daerah di nusantara ini. Aktivitas amar makruf nahyi munkar pun
terlupakan. Masyarakat semakin cuek dengan berbagai permasalahan yang
muncul akibat diterapkannya sistem sekuler. Jika dibiarkan, boleh jadi
negeri kita akan semakin liberal dan mungkin suatu saat nanti legalisasi
perkawinan sejenis nggak cuma terjadi di Belanda, Spanyol atau Kanada.
Tapi juga di negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini. Gawat
nih!
Back to Islam
Sobat, sampe kiamat pun Islam nggak akan pernah
mentoleransi keberadaan waria di tengah masyarakat. Meski media massa
tertentu mengopinikan kalo menjadi waria itu bagian dari kodrat, Islam
tetep melihatnya sebagai perilaku maksiat.
Aturan hidup sekuler telah memanjakan manusia untuk
berbuat semau gue. Penyaluran yang salah dari potensi yang dimiliki
manusia dalam peradaban Barat lebih populer dibanding cara yang benar.
Makanya nggak heran kalo gaya hidup free sex , homoseks,
lesbian, atau waria merajalela di Eropa. Sebab mereka pikir lebih baik
mati-matian mereguk kepuasan dunia daripada setengah hidup menahan
hasrat demi kehidupan akhirat. Apa kita mau ikut sesat?
Dan baru-baru ini terdengar kabar di beberapa negara
Eropa seperti di Belanda, Belgia, Spanyol, dan Kanada, pemerintahnya
melegalkan perkawinan sejenis. Seolah melestarikan keberadaan kaum
homoseks dan lesbian. Padahal lebih dari 500.000 umat Katolik
berkampanye didukung sekitar 20 uskup senior untuk menentang hukum baru
di Spanyol yang mengesahkan perkawinan sesama jenis. Tapi tetep aja
pemerintah Spanyol nggak menggubris larangan itu. Nekat, man!
Di sinilah pentingnya kita kembali kepada aturan
Islam sebagai jalan kebaikan yang udah dijamin keselamatan dunia-akhirat
oleh Allah Swt. Dalam kasus waria, Islam mengajarkan agar orang tua
mendidik anaknya sesuai dengan kodratnya. Perlahan-lahan diperkenalkan
hukum-hukum Islam sesuai dengan jenis kelaminnya. Ketika beranjak
dewasa, diajarkan untuk menutup aurat secara sempurna dan menjaga
pergaulan dengan lawan jenis.
Dan peran negara dalam hal ini, membentuk lingkungan
yang kondusif bagi perkembangan anak sesuai dengan kodratnya. Di
antaranya dengan mencegah masuknya peradaban Barat yang rusak melalui
media massa cetak dan elektronik. Kalo masih ada yang nekat berperilaku
waria, mereka kudu berhadapan dengan aturan Islam yang diterapkan
negara. Mereka bakal terkena sanksi yang ditentukan oleh khalifah ( ta'jir ).
Bisa berupa karantina di balik jeruji besi sambil diberikan nasihat
agar tobat dan tidak mengulanginya lagi. Makanya mending jadi cowok
tulen. U are u!
Saat ini, sikap terbaik yang kudu kita tunjukkan
terhadap waria bukanlah dengan kebencian, tapi cinta. Eits, jangan
salah. Wujud cinta kita adalah dengan mengajak para waria untuk
meninggalkan statusnya. Tulisan ini adalah satu bentuk penyadaran
terhadap mereka untuk jadi cowok tulen. Bukti cinta kita. Kalo kita cuek
kan, kita biarin aja nggak usah dinasihatin. Betul? Oya, selain itu,
kita juga kudu terus berupaya menyadarkan masyarakat untuk ber- amar makruf nahyi munkar ;
dan meminta negara untuk menerapkan aturan Islam. Kita udah bosen hidup
sengsara di bawah naungan kapitalisme-sekularisme. Sumpah!
Oya, teknisnya nih, kalo kamu punya temen cowok yang
agak-agak feminin dan lebih suka gaul ama cewek, ajaklah doi untuk
berpikir lebih jernih tentang kodratnya sebagai cowok tulen. Bukan
dijauhi atau malah dikucilkan. Biar doi nggak terjerumus ke dalam dunia
‘eike bin akikah' tsb. Jangan lupa untuk memperkenalkan aturan Islam
padanya. Sebab cuma aturan Islam yang akan membebaskan manusia dari
kebodohan dan kesesatan. So , jangan jadi waria ya. Nggak baik. Menyalahi kodrat tuh. Oke?
|
Senin, 09 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar